Kata "Indonesia" berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu Indus yang berarti "Hindia" dan kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti "Pulau". Jadi, kata Indonesia berarti wilayah Hindia kepulauan, atau kepulauan yang berada di Hindia, yang menunjukkan bahwa nama ini terbentuk jauh sebelum Indonesia menjadi negara berdaulat. Pada tahun 1850, George Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu". Murid dari Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India. Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indiƫ), atau Hindia (Indiƫ); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda.

Sabtu, 24 Juli 2010

ASTAGA! HOBBIT MANUSIA KECIL

Peneliti Universitas RMIT mengangkat teori kontroversial baru yang memprediksi bahwa karakteristik primitif manusia kecil, hobbit, merupakan dampak kondisi medis tertentu. 
hobbits














Dr Peter Obendorf dan Dr Ben Kefford, dari School of Applied Sciences, bekerja sama dengan Professor Charles Oxnard dari University of Western Australia’s Emeritus, menggarap karya tulis yang diterbitkan di British Journal, Proceedings of the Royal Society.

Para peneliti yang telah bergabung dalam diskusi dunia mengenai fosil manusia kecil yang ditemukan di pulau Flores Indonesia, mengatakan Fosil manusia kecil mewakili spesies primitif.

Sebuah fakta yang sepenuhnya merupakan hal baru bagi ilmu pengetahuan, sejak Hobbit ditemukan pada 2004.

Dr Obendorf mengatakan bahwa perbandingan antara fosil yang ditemukan dengan tulang manusia sekarang memberi kesan bahwa mereka memang manusia. Hanya saja mereka memiliki perawakan yang pendek dan karakteristik khusus, semacam kondisi yang mirip dengan kekurangan zat yodium.

“Kondisi medis, Dwarf Kretinisme memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan manusia kecil (hobbit) Flores,” kata dosen senior itu.

Kondisi medis Kretinisme ini disebabkan oleh kekurangan zat yodium yang parah di masa kehamilan yang dikombinasi dengan sejumlah faktor lingkungan lain. Seperti misalnya mengonsumsi makanan yang mengeluarkan asam sianida ke dalam tubuh dan meningkatkan serum tiosianat. Di dalam tubuh, asam sianida langsung dinetralkan oleh sulfur sehingga terbentuk ion tiosianat, namun pembentukan ion tiosianat ini dapat mengganggu penyerapan yodium oleh kelenjar tiroid.

Manusia dengan gejala Dwarf Kretinisme tumbuh tidak lebih dari satu meter dan tulang mereka memiliki karakteristik khusus.

“Riset kami menyatakan bahwa fosil ini bukanlah jenis spesies baru tetapi lebih pada sisa-sisa kelompok manusia pemburu yang menderita kondisi Kretinisme,” sambungnya.

Dr Obendorf mulai bekerja sama dengan Profesor Oxnard segera setelah konferensi Masyarakat Australia & Asia tentang Biologi Manusia (Australasian Society for Human Biology conference). Dimana peneliti RMIT mencatat persamaan antara gambaran Fosil Flores dan ciri-ciri penderita kretin (kerdil). Dr Kefford mulai bergabung pada proyek ini satu tahun kemudian dan memberikan kontribusinya akan kemampuannya dalam melakukan analisa multi variabel.

Kretinisme telah banyak disembuhkan dari dunia barat melalui penambahan yodium dalam makanan. Namun, di negara-negara berkembang kondisi medis tersebut masih terjadi, di mana faktor lingkungan mengakibatkan populasi penduduk menderita kekurangan zat yodium yang penting.

Profesor Oxnard mengatakan bahwa, kebanyakan mereka yang meneliti Fosil Flores memperhatikan genetika dan keturunannya untuk menjelaskan ciri-ciri khusus mereka.

"Hampir semua orang yang melihat fosil ini, memandang dari perspektif yang evolusiner. Gagasan kami adalah, bahwa ini adalah suatu problema lingkungan,” katanya.
 
Dr Obendorf mengatakan bahwa teorinya berhubungan dengan tradisi percakapan penduduk asli pulau Flores, di mana termasuk cerita tentang “orang kecil” yang karakternya sungguh serupa dengan Penderita Dwarf Kretin.

“Beberapa cerita tradisional dari penduduk lokal mungkin hanyalah suatu memori kuno dari suatu masa yang dilupakan, manakala penderita Kretin merupakan bagian yang umum dari populasi manusia di Flores,” tambahnya.

Karya tulis berjudul, “Are the small human, like fossils found on Flores human endemic cretins?” Apakah fosil serupa, manusia kecil yang ditemukan di Flores adalah manusia yang endemi dari penderita Kretin? yang diterbitkan pada Proceedings of the Royal Society Catatan Masyarakat Kerajaan. (sciencedaily/feb)

Sumber: erabaru.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

next page